Menyemai Ruas Memori Sejarah Lampung melalui Pentas Drama Musikal
Semacam Pembuka
Pentas Pemanggungan Karya Mahasiswa sebagai hasil Project Based Learning Mata Kuliah Teori dan Apresiasi Sastra yang diampu oleh Dr. Andri Wicaksono dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2025 di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung. Tema besar yang diangkat adalah “Menyemai Ruas Memori Sejarah Lampung melalui Apresiasi Sastra”. Menurut Wicaksono, untuk mengenang jasa pahlawan atau tokoh yang memiliki pengaruh terhadap arah sejarah bangsa, khususnya di Provinsi Lampung, diperlukan wahana agar diketahui, menjadi renungan bagi generasi masa kini, salah satunya melalui pertunjukan drama musikal. Setidaknya, semangat perjuangan dan pantang menyerah dapat menjadi teladan bagi semua, bukan lagi berperang dengan kolonialisme. Tapi, berperang dengan diri sendiri, rasa malas, takut, sombong, menang – benar sendiri dengan terus menaikkan value dan efikasi diri.
Sebelum pementasan, acara dibuka dengan laporan kegiatan oleh Kaprodi PGSD, M. Yanuardi Zain, M.Pd. dan dibuka langsung oleh Ketua STKIP PGRI Bandar Lampung, Dr. Wayan Satria Jaya, M.Si. Dalam laporannya, Adit Zain menyampaikan bahwa pentas ini adalah sebagai pembelajaran, pembentukan mental, aktualisasi diri, dan bekal pengalaman agar mahasiswa memiliki bekal di masyarakat dan dunia profesi guru ke depan, mereka tidak akan canggung ketika menyajikan pentas seni. Senada dengan itu, Wayan Satria Jaya memberikan apresiasi atas kerja nyata mahasiswa dan dosen pengampu yang tidak hanya berkutat dengan perkuliahan dalam kelas dan tugas-tugas akademik di kampus. Dengan proses menuju pemanggungan ini, Bapak Ketua memuji effort para penyaji (mahasiswa) yang tak kenal cuaca dan hawa, berlatih setiap hari setelah kuliah sampai malam, bahkan di antara derasnya hujan. Itu semua tidak melunturkan semangat untuk menciptka, berkarsa, dan berkarya. Ia pun memberikan terimakasih kepada tim pelatih dan sutradara Teater Satu Lampung atas kerja sama dan bantuan sehingga dapat menghantarkan mahasiswa PGSD yang notabene bukan dari bidang seni atau sastra, tapi bisa berproses dalam pertunjukan teater.












Satu Pentas, Tiga Epos
Dalam pertunjukan itu ditampilkan 3 (tiga) lakon yang diangkat dari sejarah perjuangan rakyat Lampung pada era kolonial dan perang kemerdekaan (Ruang Seni, 2025).
Pertama, Danirmala di Bumi Sekala
Acara dibuka oleh karya, “Danirmala di Bumi Sekala”, karya yang disutradarai oleh Riza Kharisma Putra dan koreografer oleh Silvia Dewi, menyajikan kisah heroik Pangeran Dalom Merah Dani atau Hi. Harmain, Sultan Sekala Brak dari Kepaksian Pernong (1869–1909).
Lakon ini menggambarkan perjuangan Pangeran Dalom melawan pengkhianatan dan penindasan, sekaligus menyebarkan ajaran agama Islam. Salah satu momen ikonis adalah penghormatan dari Sultan Abdul Hamid II yang memberikan kain kiswah dan pedang Istanbul sebagai simbol persaudaraan.
Cerita dimulai dengan seorang anak yang meminta ayahnya menjelaskan sejarah Pangeran Dalom sebagai tugas kuliah. Adegan berlanjut pada perlawanan Pangeran Dalom melawan penghianat bangsa, diakhiri dengan semua pemeran berjoget riang diiringi lagu Lampung.
Kedua, Tambur Perang Hisbullah
Di bawah arahan sutradara Gandi Maulana dan koreografer Sulhan Jamil, lakon ini menghidupkan kembali perjalanan KH. Ahmad Hanafiyah, seorang ulama dan pahlawan nasional asal Lampung. Karya ini merefleksikan perjuangan beliau memimpin pasukan santri Hizbullah dalam melawan penjajah Belanda. Adegan-adegan menegangkan yang menggambarkan persiapan pasukan di Tanjung Karang hingga pertempuran di Baturaja memikat hati penonton. Akhir cerita yang tragis, ketika KH. Ahmad Hanafiyah wafat akibat kekejaman Belanda, membawa suasana haru di dalam gedung pertunjukan. Penonton terlihat terdiam sejenak sebelum memberikan apresiasi dengan tepuk tangan meriah.
Terakhir, Purnama Kandas di Rumpun Bambu
Sebagai penutup, “Purnama Kandas di Rumpun Bambu”, sebagai sutradara sekaligus penggubah naskah adalah Dodi Firmansyah, dengan koreografer oleh Yovi Sanjaya. Lakon ini mengisahkan perjuangan K.H. Gholib di Pringsewu selama Agresi Militer Belanda 1949. Epik ini mengangkat taktik perang gerilya yang digunakan K.H. Gholib untuk melawan Belanda meskipun dihantam pengkhianatan dari “Macan Loreng,” pasukan rahasia yang dibentuk Belanda dari kalangan pribumi. Penangkapan dan eksekusi K.H. Gholib di Pringsewu menjadi klimaks yang memancing isak tangis penonton. Keberanian, cinta, dan kehilangan menjadi tema yang menyentuh hati, terutama melalui penampilan apik para mahasiswa yang memerankan keluarga K.H. Gholib. Cahaya lilin yang memenuhi panggung, diiringi sholawat “Padang Bulan,” menciptakan penutup yang indah sekaligus memilukan.
Apresiasi dari Penonton
Pangung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung penuh sesak oleh penonton. Penonton hadir dari berbagai kalangan, di antaranya orang tua wali mahasiswa, pimpinan dan dosen STKIP PGRI Bandar Lampung, mahasiswa, sekolah mitra, perwakilan dari perguruan tinggi di Lampung, dan umum. Tepuk tangan riuah dari penonton menambah suasana semarak dari tiap penampilan. Dari awal hingga akhir pertunjukan, penonton tak henti-hentinya memberikan apresiasi dan tidak beranjak dari tempatnya.
Penonton merasa tersentuh dengan kisah perjuangan pahlawan Lampung dalam balutan seni teater musikal. Banyak di antara penonton meneteskan air mata, bahkan sampai terisak menyaksikan tragedi di tiap kisah, seperti akhir perjuangan Hi. Gholib dan K.H. Ahmad Hanafiah. Salah satu penonton, Dewi Sri menyatakan, “Saya tidak menyangka mahasiswa PGSD yang bukan berlatar seni mampu menyuguhkan karya seperti ini. Saya sangat tersentuh, terutama dengan pesan-pesan perjuangan yang disampaikan dalam pertunjukan.”
Acara ini menjadi bukti bahwa seni bisa menjadi medium yang kuat untuk menyampaikan sejarah dan membangkitkan kesadaran budaya. Puncak Apresiasi Sastra 2025 tak hanya menghibur, tetapi juga memberi pelajaran berharga tentang perjuangan, pengorbanan, dan cinta terhadap tanah air.